Selasa, 19 Juli 2011

Puisi-puisi Dieqy Hasbi Widhana




Pergilah Bersama Senja

senja tergelincir tenggelam dalam badai
cahayanya tertelan tanah membelah tenang
tinggalah aspal keremangan yang retak dimanamana
endapan coretancoretan itu berbincangbincang dalam penjara

dia berlari melompati tenggorokan berdahak mimpi
berenang membelah gerimis rimba pekat
lalu dia lemparkan bukitbukit masa lalu
agar tenggelam bersama bunga senja

tawanya berdansa-dansa
bebaslah janinjanin tanpa gembala
: ribuan antrian menawar senja berikutnya

senja itu pelupa,
16022011


Hari Ini Terbungkus Kemarin Hari

diikatnya masa indah bernama kenangan
ukiran garam yang tak hilang bersama senja
aroma bawang melilit mata hati menyisir musim
direndam nyawanya pada danau senja gulita
dipeluknya bola mata dalam dekapan air mata
pelarian dua belas masa tak puas mengadu pada mata air

14022010


Tetesan Ombak untuk Ayah

ayah, kemarin setelah esok aku singgah di gubukmu
lukisan kiasan itu penuh sesak melebihi jumlah lantai
tapi jangan kuatir,
aku pandai berjalan tanpa merusak lukisanmu

tepat di atas pelipis jendela
sang lukisan tertua menjamuku
di awal, ia mencuri perhatian dengan bernyanyi
nyanian miris itu menggesek pelan urat jantungku
bagai tangkai biola terikat senar musim penghujan

diamdiam ia bercerita pada diri aku
perlahan aku mampu meraba terjemahan jiwanya
pertukaran alam pikiran tanpa kata itu mengheningkan gelisahku

tanpa dugaan sebelumnya,
tumbuh melesat tegar masalalu dalam gelas pikiranku
perihal dirimu yang terlempar dari sirip mentari
setelah bellibis membantingmu,
kau berusaha menopang tubuh remuk dari aduh setelah terjatuh

entahlah apa guna diri aku ini, yah
tetesan tangis berlumur gelisah ini tak mampu sedikit pun mengobati aduhmu
biarlah tetesan itu bercerita tentang diri ringkih ini
perihal perjalanan berkembang, berjalan yang maju ke belakang

tegalboto,
03252011


Istana Rahasia untuk Sang Putri Raja

Setelah pertemuan guntur pagi itu
Kini aku meringkuk lumat berpayung tangis

Apalah yang kupersembahkan pada sang tuan
Jangankan memasak tanah demi muntahan harta
Memasung seraut jerami di punggung pun aku tak mampu
Pantaslah sang tuang merangkumku dalam jala
Yang ia sulam dari ludahnya sendiri

Aku bernama pemuda yang terlalu muda
Lantas,
Apalah arti nama jika masih siam dengan janin

Barangkali kau sudah tau wahai kekasihku
Perihal petanda yang terlelap menyelimuti sang tanda
Lewat kata sutra, dalam bualan nada
Kau pasti tau, aku yakin itu
Walaupun penuh sesak tertimang kemiskinan kata

Aku sengaja melupa perihal sejarah yang merambat itu
Beberapa tetes angka kejayaan silam
Biarlah kugali sendiri kuburnya
Kupendam dalam gumpalan ombak yang meriba

Aku kua ku..
Hanya ingin menarikmu jauh dari ledakan yang manja
Rentetan letupan yang semestinya kau artikan tanpa makna

Jangan angan jangan mau terpacu cemas
Kemarilah dan hidari kerumunan yang bagiku tak sedap
Percayalah padaku, istana termegah hanya ada
Di setiap kita..

Tegalboto,
03232011


Nyata Itu Mimpi, Mimpi Itu Nyata

kawan, semalam aku berjumpa kekasihmu dalam rindang mimpi
berderet puluhan kata ganti ketika kau menceritakannya
segala kelam tentangnya lurus berjalan menuju
tumpukan sampah sebelum dibuang
sampai dia meleleh menyelinap padaku
tanpa sadar aku pun ikut mencintainya
walaupun tak sekali pun bertemu mengenalnya
entahlah kita jatuh cinta pada satu tanpa cemburu

sayang sekali tak sempatku bercakap dengannya
asap knalpot menamparku geram
bersamaan deru mesin menyeretku
paksa menghindar diantara tarian mimpi
rasanya seperti ada setrum menancap di sela hati
melintasi dua alam terlalu cepat membuatku mabuk

aku tak sempat tanya tentang kabarnya
aku tak tau bagaimana bentuknya
hanya saja bulat yakinku jika dia kekasihmu
hanya saja bulat yakinku jika senyum cerahnya menyambutku

apa dia tidak mendengar,
kupanggilnya lewat puluhan nama itu setiap pagi

kawan, aku sedang bermimpi di alam mimpi
bagaimana kabarmu di sana?
entahlah aku harus melewati berapa ratus bilik mimpi
sebelum bertemu denganmu lagi

kereta surabaya,
27022009


Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Unej



0 komentar:

Posting Komentar