Sabtu, 28 Mei 2011

Pilih yang Mana: Mencintai atau Dicintai?

Berbicara tentang cinta memang menyenangkan, apalagi jika kita menjadi pelaku di dalamnya. Merasakan cinta adalah anugrah yang diberikan Tuhan pada manusia. Karena cinta kita bersemangat, karena cinta kita bersedih sampai meratap, karena cinta kita hidup.
Jika dihadapkan pada pertanyaan apakah kita memilih untuk mencintai atau dicintai, tentu jawabannya akan sangat sulit, karena kedua hal itu bertolak belakang dan cenderung seimbang. Alangkah bahagianya orang yang menjadi dua-duanya. Mereka mencintai dan responnya terjawab dengan dicintai.
Cinta menjadi sedikit tidak menyenangkan jika berjalan timpang. Ada orang yang mencintai tanpa dicintai,  mereka berusaha begitu keras menarik perhatian sang lawan, memberikan waktu, tenaga, dan uang dengan mengetahui kenyataan bahwa hal itu tidak menjamin cintanya dibalas. Selamat bagi yang berhasil mendapatkan cintanya setelah babak belur berjuang, nah bagi yang tidak?
Ada juga yang dicintai tapi dianya tidak mencintai. Ini juga banyak contohnya, misalnya wanita yang dinikahi paksa. Dia memang dicintai, tapi dengan cara apa? Keegoisan satu pihak yang memuakkan, yang cintanya tidak cukup kuat menggetarkan sang target. Dia memang dipenuhi cinta, tapi apakah cintanya terpenuhi. Dan setelah dia menguatkan diri untuk terlepas dari cengkeraman cinta tak terbalas, rasa bersalah akibat melukai hati orang yang begitu mencintai kita tidak akan mudah terhapus.
Lalu, sekarang bagaimana jika kita terjebak dalam keadaan seperti ini? Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Putuskan apa yang terbaik untuk kita. Jangan pikirkan orang lain dulu, setidaknya kita berdamai dan mencintai diri kita dulu.
Jika kita di pihak mencintai tanpa dicintai, pikirkanlah apakah dia yang terbaik buat kita. Kalau memang perjuangan itu dapat meningkatkan kualitas diri kita, misalnya kita lebih pinter belajar jika si doi suka cowok pintar, ato kita lebih beriman karena kita tahu dia menginginkannya, maka apa salahnya diperjuangkan. Toh jika sudah mentok, kita akhirnya lega karena sudah sekuat tenaga mengungkapkan perasaan dan melihat diri kita berubah menjadi lebih baik.
Jika kita di pihak dicintai tanpa mencintai, pikirkanlah apakah alasan kita tidak mencintainya adalah alasan keegoisan semata. Karena kita tidak mau membuka hati kita, menerima bahwa tidak ada manusia yang sempurna, menuntut terlalu banyak atau trauma di masa lalu. ketulusan bisa dilihat dan dirasakan, seiring dengan waktu, kita bisa lihat apakah niat tersembunyi dari hati manusia. Kenali dia dengan dekat, terbuka, siapa tahu dia memang jodoh kita dengan kekurangan yang bisa ditolerir dan malah bisa menjadi pelengkap. Namun jika cinta itu membuat anda sakit, menyesal, takut, trauma.. untuk apa dipertahankan. Jiwa andalah yang paling penting.
Pada akhirnya cinta adalah anugrah kehidupan. Tidak peduli anda di pihak mana, bersyukurlah anda masih memiliki cinta. 

oleh :  Rastu Karyana

1 komentar:

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar