Minggu, 15 Mei 2011

Penyesalan Seorang Imam

Ketika saya kecil, dimana saya masih memiliki mimpi yang besar dan tidak terhalang tembok apapun, saya bercita-cita untuk mengubah dunia yang saya tempati ini menjadi lebih baik.
Ketika saya beranjak remaja, saya menyadari bahwa mimpi itu terlalu besar, saya mengecilkan mimpi saya untuk mengubah negara saya yang kacau ini menjadi negara yang damai untuk ditempati..
Ketika saya dewasa dan mengetahui kerasnya hidup, saya menyadari betapa tebal tembok yang saya hadapi, saya mengecilkan mimpi saya untuk mengubah lingkungan tempat saya tinggali ini.
Ketika saya menjadi tua dan mulai hanya menyaksikan orang muda bergerak, tak satupun lingkungan saya bergerak. saya menyerah dan memutuskan untuk mengubah keluarga saya menjadi pribadi yang lebih baik
Bahkan sampai menjelang ajal saya pun, saya tidak mampu untuk mengubah orang-orang terdekat saya. apa yang terjadi? Begitu keraskah hidup?
Kemudian ketika sore menjelang dan otak saya telah muak dengan kehidupan saya mulai menyadari kehidupan telah menampar saya. seandainya saja saya mengubah diri saya terlebih dahulu, tentu saya akan menjadi lebih baik dan lebih kuat. Keluarga dan orang-orang terdekat saya akan melihat dan siapa tau mereka akan mencontoh perbuatan baik saya. dengan dukungan mereka saya dapat mengubah lingkungan saya dengan cara yang arif. Dan tentu saja dengan kontribusi saya pada lingkungan, saya dengan dukungan keluarga dan masyarakat dapat menonjolkan daerah saya. organisasi saya menjadi lebih besar dan bermakna bagi negara saya. dan pada suatu waktu dalam hidup saya, siapa tahu dengan kerja keras dan dukungan mereka yang begitu menghargai kerja keras saya, saya dapat memberi sesuatu pada dunia ini. Hidup saya menjadi inspirasi.
Tapi apa daya, waktu saya sudah habis.


 
Oleh : Rastu Karyana
(Dikutip dari batu nisan seorang imam Anglikan di Westminster Abby (1100 SM)

0 komentar:

Posting Komentar