Senin, 23 Mei 2011

Makna dibalik kekuasaan

Kelompok 78 yang sebelumnya dianggap berpihak pada rakyat kini kehilangan arah dengan ngotot mengusung George dan Arifin Panigoro menjadi bakal calon ketua PSSI walaupun telah ditolak oleh FIFA. Tindakan ini membuat PSSI terancam terkena sanksi dari FIFA dan pastinya akan merugikan persepakbolaan Indonesia. Patut dipertanyakan tujuan dari kelompok 78 yang menyimpang dari cita-cita rakyat untuk memajukan sepakbola Indonesia. Kisruh yang kelompok 78 pada kongres PSSI ini mengingatkan kita kembali betapa serakahnya manusia akan kekuasaan.
Kekuasaan (authority) adalah suatu kemampuan untuk mengontrol lingkungan, termasuk kelakuan orang lain dalam sebuah struktur sosial (wikipedia). Tipe Kekuasaan menurut JK Gilbraith dalam anatomy of power yaitu Condign (diperoleh dengan kekuatan), compensatory (diperoleh dari sumber daya yang dia punyai), condition (diperoleh dari kemampuannya dalam mempersuasi) sebagai hasil dari apa yang dia punyai yaitu karakteristik individualnya (personality), apa yang dia punya (sumber materi), dan kedudukannya dalam sosial (organizational).
Dalam sistem demokrasi Indonesia, kekuasaan diperoleh dengan kesepakatan bersama rakyat atau perwakilan. Artinya kekuasaan diperoleh dengan cara meyakinkan (mempersuasi rakyat untuk memilih dirinya atau kelompoknya). presiden dipilih rakyat berdasarkan voting. Bahwasanya presiden dan perangkatnya bukanlah penguasa sebenarnya dalam suatu negara. Mereka adalah representatif rakyat yang “bekerja” untuk mengontrol agar cita-cita suatu negara dapat terwujud. Bahkan jika kita menelusuri asal nama dari menteri, atau ministry dalam bahasa inggris yang artinya pelayan, dan presiden sebagai kepala menteri atau “kepala pelayan” maka jelaslah sudah kedudukan dari perangkat pemerintahan tersebut. Tugas berat dipikul oleh perangkat pemerintah dalam mengontrol negeri yang besar seperti Indonesia yang terdiri dari berbagai kepala yang berbeda ras, suku bangsa dan kepercayaan.
Lalu kenapa kekuasaan diperebutkan kalau kita tahu begitu beratnya tugas yang dipikul? Hal itulah yang masih diperjuangkan oleh bangsa Indonesia saat ini. Besarnya beban kerja menuntut suatu kemudahan dalam memfasilitasi kerja perangkat pemerintahan ini. Kantor yang bagus, mobil yang mewah, studi banding ke luar negeri, penyediaan alat adalah wewenang atau hak dari para kepala pemerintahan. Fasilitas dari uang rakyat inilah yang pada akhirnya memanjakan mereka. Belum lagi kemampuan mengontrol orang menyebabkan rasa haus orang untuk “menjadi penting” membuat orang seperti nurdin halid mati-matian mempertahankan kekuasaannya. Manusia menjadi buta akan nafsunya.
Lalu bagaimana agar kita menyadarkan orang-orang itu bahwa tindakan mereka itu keluar jalur?
Tidak akan bisa. Kita tidak akan bisa mengubah orang lain. Mengubah orang lain berarti mencederai apa yang mereka yakini, mereka mungkin akan berkata saya turun, tapi mereka tidak akan menyesalinya. Contoh kasus PSSI, Nurdin Halid tidak akan mau mundur sampai ada tindakan dari FIFA walaupun dia dibenci satu Indonesia. tanyakan hal yang sama pada kelompok 78, ariel peterpan, Nassarudin, atau Boediono.
Telah dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi bukan pada presiden atau perangkat menterinya, kekuasaan tertinggi ada pada RAKYAT. Rakyatlah yang mengusir penjajah, rakyat-lah yang menggulingkan rezim soeharto. Bahwa Rakyatlah yang memiliki kekuasaan menggerakkan negara ini, bukan sekelompok orang tersebut. Cita-cita bangsa yang menjadi inti dari suatu negara dapat diwujudkan oleh rakyat terutama kaum muda. Cara yang terbaik adalah dengan meningkatkan jiwa nasionalisme. Meningkatkan kemampuan yang kita punya dan mempersembahkannya untuk negara. Malu untuk mencederai negara ini dengan korupsi, kolusi. Memperoleh “rasa penting” dengan menikmati kita berada dalam satu jalur menuju keberhasilan pembangunan dan berkata pada diri sendiri, “oh lihat yang sudah saya lakukan sekarang dan sebelumnya dan apa yang akan saya lakukan nanti”. Bukankah itu suatu kemampuan yang kita idamkan, kekuasaan atas diri dan akhirnya kekuasaan atas menentukan kemana arah negeri ini akan berjalan. Bukanlah kekuasaan yang diperoleh dengan kotor dan berdiri dibawah orang yang telah kita cederai.


Oleh : Rastu Karyana

0 komentar:

Posting Komentar